IKATAN PELAJAR MUHAMMADIYAH
Oleh : Ahmad Syarifudin
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dikenal sebagai organisasi otonom Muhammadiyah yang terbilang baik perkaderannya. Hal itu antara lain karena sistem perkaderan IPM relatif mapan dan dijalankan secara reguler, sehingga melahirkan kader yang sesuai dengan harapan organisasi pelajar ini. Suksesi dan transformasi kader IPM pun berlangsung dengan cukup baik, termasuk ke dalam organisasi induknya yakni Muhammasiyah. Secara umum kader IPM memiliki karakter ideologis yang kuat dan mampu menjalankan peran-peran organisasi Muhammadiyah.
Proses perkaderan yang baik memang tidak lepas dari sistem perkaderannya yang mapan dan dijalankan secara konsisten. Sistem perkaderan sebaik apapun manakala tidak konsisten dalam melakasanakannya maka hasilnya tidak akan sesuai harapan. Apalagi jika sistemnya kurang baik dan tidak dilaksanakan secara reguler maka hasilnya tentu jauh dari harapan. Hal yang sempurna tentu saja sistem maupun pelaksanaannya sama-sama baiknya, maka tentunya akan menghasilkan capaian yang lebih baik. Relasi antara konsep, proses, dan konsistensi perkaderan menjadi suatu keniscayaan untuk meraih keberhasilan dalam kegiatan apapun termasuk perkaderan IPM.
Kesempurnaan konsep apapun, termasuk sistem perkaderan dan prosesnya, tentu tidak akan terjadi dengan sendirinya. Baik konsep sistem maupun proses perkaderan, semuanya merupakan hasil dari pergumulan yang panjang dan tidak sekali jadi. Sistem Perkaderan IPM (SPI) sejak perumusan seminar Tomang Jakarta dan Makassar maupun sesudahnya lahir dan berkembang dari satu tahap ke tahap berikutnya secara berkesinambungan. Pelaksanannya pun demikian, mengalami perjalanan yang tidak mengenal lelah dan berhenti. Di sana terjadi dialektika atau dinamika. Terdapat koreksi, penyempurnaan, dan pembaruan. Terdapat pula kesinambungan plus perubahan dan pengembangan. Semuanya berlangsung sebagai proses yang niscaya dalam membangun sistem dalam konteks pergerakan yang dinamis guna mencapai tujuan yang dicita-citakan.
Konsep dan pemikiran yang datang kemudian boleh jadi dianggap lebih baik dibandingkan sebelumnya. Namun seiring dengan perjalanan waktu datang lagi konsep dan pemikiran generasi baru yang jauh lebih baik lagi, sehingga yang semula baru dan dipandang ideal pun menjadi lama dan terkesan kurang. Itulah hukum dinamika perubahan yang memang selalu terjadi secara Sunatullah, tidak ada yang tetap kecuali perubahan itu sendiri. Allah bahkan mengingatkan, perubahan itu terjadi atas kehendak para pelakunya, sebagaimana firman-Nya yang artinya "Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu yang mengubah keadaanya sendiri" (QS Ar-Ra’d [13]: 11).
Sistem Perkaderan IPM (IPM) pun terkena hukum perubahan itu. Dari satu periode ke periode berikutnya terjadi revisi dan penyempurnaan konsep, sekaligus pembaruan. Tidak ada yang yang stagnan, termasuk tidak ada satu fase dianggap lebih baik konsepnya ketimbang fase sebelumnya, semuanya terikat hukum perubahan itu. Hal yang penting ialah prinsip-prinsip dan esensi yang terkandung dalam SPI itu mampu dituangkan, dielaborasi, dan diaktualisasikan secara mendasar sekaligus aplikatif untuk kemudian dilaksanakan secara seksama dan konsisten.
Demikian pula yang menyangkut materi dan pendekatan, tidak ada yang tunggal, selalu memerlukan interkoneksi satu sama lain. Aspek-aspek normatif-dogmatif-indoktrinatif dikoneksikan secara benar dan proporsional dengan nilai-nilai objektif-saintifik-rasional kontekstual. Pendekatan pedagogis, andragogis, dan dialogis atau apapun pilihannya satu sama lain memiliki kelebihan sekaligus kekurangan, tidak ada yang satu lebih dari yang lainnya, yang paling penting kemampuan menerapkannya secara benar dan cerdas. Ibarat pisau, masing-masing memiliki fungsinya sendiri, bagaimana cara menggunakannya sesuai objek dan kepiawaian.
Hal yang penting diapresiasi ialah komitmen dan kesungguhan IPM selain dalam memperbarui sistem perkaderannya, pada saat yang sama ikhtiar memahami prinsip-prinsip ideologi Muhammadiyah dan menyerap pikiran-pikiran baru yang berkembang di Persyarikatan. Ide-ide tentang kemajuan yang merujuk pada pandangan Islam yang berkemajuan merupakan salah satu contohnya, yang dituangkan dalam SPI. Pemikiran dan pandangan IPM tersebut menujukkan kemampuannya dalam merujuk pada ideologi Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid yang berkemajuan. Tidak semua pergerakan kaum muda mampu menyerap gagasan-gagasan Muhammadiyah tentang Islam dan gerakan berkemajuan karena mungkin pecah konsentrasinya dan lebih tertarik pada hal-hal lain yang lebih pragmatik. Termasuk tidak banyak yang memikirkan dan mengembangkan perkaderan-nya untuk menjaga kesinambungan hadirnya kader Muhammadi-yah yang berkomitmen menjalankan misi dakwah dan tajdid serta membawa gerakan Islam ini memasuki abad kedua yang penuh tantangan.
Kita percaya IPM selain mampu memperbarui SPI sebagaimana konteks dan kepentingan saat ini juga melaksanakan dan menjalankannya secara sistematis, masif, terstruktur, dan berkesinambungan. Aktualisasi SPI tersebut tentu saja dalam ruang gerak dan konteks IPM di tengah dinamika kekinian yang kompleks, dengan tetap berpijak pada prinsip, identitas, dan khittah perjuangan IPM yang menjadi karakter gerakannya sebagai pilar strategis gerakan pelajar Muhammadiyah. Identitas kepelajaran dan kemuhammadiyahan menjadi satu napas yang bersenyawa di dalam SPI dan pelaksanannya. Gerakan manapun tidak mungkin bertahan dalam kemurniannya tanpa pembaruan, sebalikya pembaruan apapun tidak mungkin berlangsung semaunya tanpa terikat pada identitas ideologis yang menjadi jatidirinya, di situlah dinamika suatu pergerakan.
Dalam konteks realitas SPI juga mesti berhadapan dengan dunia pelajar di mana IPM berkiprah. Analisis sosial dan kontekstualisasi SPI maupun peran IPM tidak akan lepas dan memang harus selalu berorientasi pada dunia pelajar. Pemahaman terhadap kehidupan pelajar secara sosiologis menjadi penting, sehingga IPM benar-benar membumi dan mampu menjadi kekuatan alternatif dalam memecahkan masalah pelajar dan memberikan arah masa depan kepada mereka. Keberhasilan IPM memperoleh penghargaan nasional dan di tingkat ASEAN menjadi modal kepercayaan bahwa gerakan pelajar Muhammadiyah mampu menjadi problem solver sekaligus memberi arah masa depan yang mencerahkan.
Di sinilah pentingnya SPI bukan sekedar instrumen perkaderan semata, tetapi pada saat yang sama menjadi pranata IPM dalam menjalankan fungsi pencerahan bagi dunia pelajar, sekaligus sebagai wadah bagi proses transformasi dalam gerakan Muhammadiyah ke depan. Karenanya dalam menjalankan SPI, diperlukan pula pelaku-pelaku yang memiliki keyakinan ideologis kuat, pemahaman yang mendalam, kecerdasan yang memadai, keahlian yang melintasi, serta kegigihan dan pengkhidmatan yang tinggi sehingga mencapai hasil yang didambakan. Dukungan infrastruktur dan lain-lain pun diperlukan, semuanya saling terkait yang harus terus diikhtiarkan dalam melaksanakan SPI tersebut. Hal yang perlu dihindari ialah, menganggap semua akan berjalan sukses dan tanpa rintangan, karena memandang SPI telah dirumuskan sebagai konsep perkaderan yang resmi dan dipandang terbaik, minus perjuangan yang sungguh-sungguh sebagai sebuah jihad pergerakan. Nashrun min Allah wa Fathun Qarib.